Belajar Sejarah Suatu Tempat di Kota Bandung I Rediscover Pecinan

 


Seneng banget dapat lagi pengalaman baru. Sabtu tanggal 14 Mei kemarin aku ikut walking tour sama komunitas @ceritabandung.id. Awal aku tahu komunitas ini dari melihat Instastory temenku yang ikutan walking tour rute Cicendo. Dari situ akhirnya aku ngepoin akun @ceritabandung.id dan mencari tahu tentang komunitas ini. Komunitas @ceritabandung.id adalah sebuah komunitas di Kota Bandung yang mengajak untuk mengenal sejarah dari tempat-tempat di Kota Bandung dengan cara berjalan kaki. Ada banyak rute yang dibuka, hingga akhirnya aku memilih rute “REDISCOVER PECINAN”. Setelah mendaftar melalui link yang ada di laman Instagram mereka, h-1 menjelang tanggal perjalanan kita akan dikirimkan pesan konfirmasi via WhatsApp. Isi pesannya berupa pemberitahuan tentang waktu dan titik tempat bertemu.

 

Tibalah hari dimana aku melakukan walking tour. Sesuai dengan pesan yang tertera, peserta harus berkumpul pukul 08:15 di Bubur Ayam Otong jalan Sudirman. Rencananya pukul 08:30 kita sudah mulai berangkat. Tapi sayangnya ada beberapa peserta yang terlambat, jadinya kami semua baru berjalan sekitar pukul 08:50. Oh ya aku ikut acara ini mendaftar sendiri, dan untungnya ketika disana aku berkenalan dengan orang baru, jadi walau aku sendirian aku tetep punya temen buat ngobrol. Perjalanan pun dimulai.


1. Berjalan ke Pasar Andir

Setelah berkumpul kita semua memulai perjalanan dari Pasar Andir. Kita juga sempat masuk ke sebuah toko yang menjual berbagai jenis ikan. Setelah itu kita sempatkan untuk berfoto bersama di depan tempat tersebut. Setelah itu kita terus berjalan mengelilingi pasar dan menyebrang ke trotoar jalan Sudirman. Lalu kami semua dijelaskan secara singkat tentang daerah Andir oleh tour guide hari itu yang bernama Kak Fei.

Dulu kala Andir adalah daerah yang ditempati oleh orang-orang Belanda. Namun ketika Jepang datang daerah tersebut diubah menjadi sebuah Kamp Konsentrasi. Rumah orang-orang Belanda yang tinggal disitu bagian luarnya dipagari dengan bambu. Mereka makan seadanya, tidur bertumpuk dan hidup tersiksa. Jepang membuat Kamp konsentrasi dipisah antara pria dan wanita dan juga dibuat Kamp khusus untuk orang-orang sakit.



gedung di daerah Andir






2.  Mengetahui sejarah tahu Sumedang

Setelah bercerita tentang Andir, tour guide mengajak kita berkunjung ke sebuah toko yang menjual tahu Sumedang. Namanya Tahu Sumedang Bungkeng. Ternyata tempat inilah yang menjadi cikal bakal tahu Sumedang. Bungkeng adalah nama dari pemilik toko tahu ini, yaitu Ong Bungkeng.

Dulu kala, Ayahanda Ong Bungkeng yang bernama Ong Kino yang merupakan perantauan dari Tionghoa sering sekali membuat tahu untuk konsumsi pribadi. Namun suatu ketika Ia kembali pergi ke negerinya dan kebiasaan membuat tahu dilanjutkan oleh Ong Bungkeng. Suatu hari saat Ong Bungkeng sedang memasak tahu, aroma sedapnya tercium oleh Bupati Sumedang yang sedang lewat kala itu. Lalu Bupati Sumedang meminta pengawalnya untuk mencari tahu siapa yang memasak dengan aroma sesedap itu. Akhirnya ketika diketahui bahwa Ong Bungkeng-lah yang memasak tahu, Bupati Sumedang pun memutuskan untuk mencicipinya dan ternyata menyukainya juga. Kemudian Bupati menyarankan Ong Bungkeng untuk menjual tahunya. Inilah yang menjadi motivasi Ong Bungkeng untuk menjual tahu hingga kini akhirnya dikenal sebagai tahu Sumedang. Dan ada fun fact dari tahu sumedang Ong Bungkeng ini, yaitu, air untuk membuat tahunya haruslah diambil dari daerah Tanjungsari atau kalau tidak dari daerah Cimalaka. Karena kalau bukan dari kedua daerah tersebut, rasa tahunya akan berbeda.

Setelah menjelaskan sejarahnya, tour guide mempersilakan kita, para peserta apabila ingin ada yang membeli tahu tersebut. Karena penasaran aku pun membelinya, harganya cukup murah. Aku memutuskan untuk membeli 4 buah tahu dengan harga Rp 5.000. Setelah semua peserta selesai membeli tahu. Perjalanan pun dilanjutkan lagi ke dalam sebuah gang.

Tahu Bungkeng



3. Gang Luna, kuliner, dan toleransi beragama

Setelah dari tahu Bungkeng perjalanan memasuki sebuah gang yang cukup bersih bernama gang Luna.

Nama Luna diambil dari nama kepala desa yang menjabat saat jaman kolonial Belanda yaitu bernama Lung An. Hanya saja karena warga saat itu sulit mengucapkan “Lung An”. Maka para warga menyebutnya “Luna” dan jadilah bernama gang Luna.

Kami berhenti di dekat sebuah kedai Bakmie yang ternama yaitu bernama bakmie Luna. Menurut beberapa sumber, bakmie Luna merupakan salah satu bakime terenak di Kota Bandung. Seporsinya dibandrol seharga sekitar tiga puluh ribu rupiah. Yang unik dari bakmie ini adalah adanya baso tahu di dalam sajian semangkok bakmie.

Selain tentang kuliner, masih di tempat kita berdiri, tour guide menjelaskan bahwa di dalam gang Luna ini memang terdapat beberapa tempat ibadah umat beragama, seperti masjid, gereja, juga vihara. Tepat di depan tempat kita berdiri terdapat sebuah Vihara yang bernama Vihara Aman. Vihara ini adalah milik pribadi dan tidak bisa dikunjungi untuk orang umum. Kemudian Hanya berjarak beberapa langkah dari Vihara Aman terdapat sebuah Gereja yang bernama Gereja Bethesda.

Dari situ kita kemudian melanjutkan lagi perjalanan hingga tiba di depan sebuah kedai penjual onde-onde. Sejarah makanan onde-onde adalah, dahulu kala makanan ini merupakan cemilan para kuli pekerja istana kekaisaran Tionghoa. Isiannya biasanya berupa pasta gula merah. Kemudian ada satu Kaisar yang mencoba dan menyukainya. Akhirnya onde-onde menjadi makanan kesukaan orang Tionghoa hingga kemudian dibawa ke Indonesia dan isiannya disesuaikan dengan lidah masyarakat Indonesia seperti isi kacang hijau. Di kedai onde-onde ini juga beberapa peserta memutuskan untuk membeli onde-onde tersebut.

Perjalanan berlanjut lagi hingga tiba di kedai Lomie. Lomie adalah makanan khas Tionghoa lainnya selain bakmie. Jika bakmie memiliki kuah yang cenderung bening, maka lomie kuahnya lebih kental serta beraroma seafood juga dilengkapi dengan kangkung.





4. Vihara Dharma Ramsi

Di depan lomie hanya berhenti sebentar lalu berjalan lagi hinga tiba ke depan sebuah gapura yang bertuliskan “Kampung Toleransi”. Ternyata di daerah ini terdapat sebuah kampung toleransi yang mana kampung ini ada karena kampung ini diisi oleh orang – orang yang terdiri dari berbagai suku juga agama. Setelah memasuki gapura bertuliskan “Kampung Toleransi” kita mulai masuk ke sebuah tempat ibadah umat Buddha dan Konghucu yaiu Vihara Dharma Ramsi. Saat datang rombongan kami disambut oleh seorang Bapak yang merupakan pengurus Vihara tesebut. Vihara Dharma Ramsi merupakan Vihara dengan patung Buddha terbanyak. Kami semua diajak berkeliling Vihara satu lantai ini. Ini juga jadi pengalaman pertama untukku memasuki tempat ibadah umat agama lain. Tak lupa kami berfoto bersama di depan Vihara.


Beberapa patung dewa yang ada



Berfoto bersama


1.     5Tempat pembuatan persembahan orang Tionghoa

Kami pun keluar dari gang Luna dan berjalan menyusuri jalanan hingga masuk lagi ke dalam sebuah gang yang bernama gang Wangsa. Gang wangsa ini terletak di sekitar jalan Cibadak. Di dalam gang ini ternyata terdapat sebuah sentra pembuatan persembahan dari kertas. Jadi orang Tionghoa saat berziarah ke makam keluarga atau leluhurnya biasa membawa persembahan berupa replika rumah, mobil atau pesawat yang terbuat dari kertas. Kemudian persembahan tersebut dibakar dengan harapan bisa sampai ke nirwana dan diterima oleh leluhur atau keluarganya.

Tepat di samping sentra pembuatan persembahan ini terdapat sebuah Vihara yang bernama Vihara Dewi. Vihara ini dinamakan Vihara Dewi dikarenakan semua pengurus Vihara ini adalah wanita. Sayangnya kami tidak memilik akses untuk masuk ke Vihara ini.


Tempat pembuatan persembahan



Vihara Dewi

1.     6.  Pabrik Wafer Olympia

Setelah keluar dari gang Wangsa perjalanan dilanjutkan ke sebuah gedung yang berwarna kuning mencolok. Ternyata itu adalah sebuah gedung yang merupakan pabrik kue dan wafer yang bernama Olympia. Gedung ini memiliki luas sebesar 6000 meter persegi. Sayangnya ketika datang, pabrik wafer tersebut tutup karena memang pabrik wafer tersebut hanya buka dari hari senin hingga jumat.

Pabrik Wafer Olympia


1.     7.  Sekolah untuk warga Tionghoa & Gedung yang konon katanya bekas bioskop

Dari pabrik wafer Olympia kami semua berjalan menyusuri jalan hingga tiba di sebuah Gedung yang dulu katanya merupakan sebuah sekolah bagi orang Tionghoa pada dahulu kala. Namun ketika Indonesia Merdeka, sekolah tesebut berganti menjadi SDN 092 Cibadak Andir.

Tak jauh dari Gedung SD tersebut, berjalan sedikit ke depan dan di seberang jalan terdapat sebuah gedung bercat putih yang nampak sudah tak terurus. Konon katanya dulu Gedung tersebut bekas bioskop. Namun sayang menurut Tour Guide belum ada literasi resmi terkait benar tidaknya Gedung tersebut bekas bioskop.


Dulunya merupakan sekolah untuk orang Tionghoa



Gedung yang katanya merupakan bekas bioskop


8. Sentra toko layang-layang

Setelah melihat Gedung yang katanya bekas bioskop, kami pun berjalan memasuki sebuah gang yang lumayan luas dan sangat bersih. Nama gang tersebut adalah Gang Sereh. Ternyata oleh Tour Guide kami dibawa menuju sebuah sentra toko layang-layang yang bernama toko layang-layang Akiat. Nama Akiat sendiri diambil dari nama sang pemilik yaitu Bapak Akiat. Bapak Akiat adalah seseorang keturunan Tionghoa yang sedari kecil sangat menyukai bermain layang-layang. Tak hanya mahir memainkan layang-layang, tapi beliau juga mahir membuat layang-layang. Singkat cerita, beliau pun sering mengikuti perlombaan layang-layang baik di dalam maupun luar negeri dan selalu menjuarai perlombaan tersebut hingga akhirnya beliau dijuluki sebagai “The Killer”. Di toko layang-layang kemarin, sayangnya kami tidak bisa bertemu beliau. Hanya ada pegawainya saja yang menjaga toko tersebut. 

Toko layang-layang



9. Rumah Unik dan Pasar Basalamah

Setelah dari sentra toko layang-layang tersebut, kami pun keluar gang dan masuk lagi ke dalam sebuah jalan yang bernama jalan Kasmin. Di jalan Kasmin ini terdapat sebuah rumah dengan desain unik yang bentuk jendela dan pintunya sama. Yang kami datangi adalah bagian belakang dari rumah ini. Sayangnya, bagian depan rumah ini yang terletak di jalan Sudirman sudah tidak sama seperti dulu. Jadi hanya bagian belakang rumah ini saja yang dilestarikan. Dulunya rumah ini adalah milik orang Belanda, yang digunakan sebagai toko Mebeul. Lalu dijual kepada orang Tionghoa yang kemudian menjadikannya sebagai pabrik tekstil. Setelah itu sang cucu dari orang Tionghoa tersebut mengubah pabrik tekstil tersebut menjadi galeri seni. Hingga akhirnya di masa kini, tampak depannya menjadi galeri yang bernama Galeri Seni Sarasvati. Setelah melihat rumah tersebut kami pun berjalan melewati sebuah pasar yang bernama Pasar Basalamah.







1.     10.  Toko Roti Legendaris

Setelah dari Pasar Basalamah kita pun keluar gang dan kembali menyusuri jalanan hingga berhenti di sebuah toko roti yang sudah berdiri sejak tahun 1974 yang bernama toko roti Djie Seng. Bangunannya masih khas bangunan lama dan di dalam toko roti tersebut juga terdapat sebuah oven besar yang besarnya hampir setinggi manusia. Sayangnya kini oven tersebut sudah tidak dipakai lagi. Harga-harga roti di toko tersebut juga relative murah berkisar dari Rp 4.500 hingga 20.000. Di toko roti ini juga rombongan kami memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu sambil membeli aneka roti dan minuman. 



Oven yang dulu digunakan untuk memproduksi roti



1.     11.  Gedung dekat Sudirman Street

Dari toko roti perjalanan dilanjutkan, kami melewati toko bakpau dan juga toko kopi. Hingga akhirnya tiba juga di titik akhir yaitu Sudirman Street. Namun sebelum perjalanan benar-benar diakhiri, tour guide menjelaskan suatu sejarah di dekat Sudirman Street. Dulu di dekat Sudirman Street ada sebuah Gedung bioskop yang bernama bioskop orange. Kemudian bioskop itu pun dihancurkan dan diganti lagi menjadi bioskop Capitol. Sayangnya bioskop tersebut pun dihacurkan juga hingga kini Gedung tersebut beralih fungsi jadi tempat lain.

 

Akhirnyaa perjalanan pun selesai diakhiri dengan membayar biaya tour seikhlasnya. Namun pihak @ceritabandung.id sudah menetapkan biayanya kisaran antara Rp 50.000 sampai Rp 100.000. pembayaran juga dilakukan cashless melalui scan QR. Selain itu kami juga diminta mengisi form tentang perjalanan walking tour tersebut. Akhirnya kami semua pun membubarkan diri dan pulang.

 

Sungguh pengalaman manis yang takkan terlupakan dan membuat ketagihan. Aku pengen banget bisa ikutan lagi walking tour yang diadakan oleh @ceritabandung.id.

 




 












Komentar

Postingan Populer