Bermula dari Suatu Siang
Sebuah kisah lama yang tiba – tiba ingin ku ceritakan
kembali.
Bermula dari suatu siang saat aku dan kelima temanku yang
kesemuanya adalah perempuan makan bersama di Employee Dining Room atau yang
disingkat EDR. Selayaknya perkumpulan para ciwi – ciwi ketika sudah satu meja,
tentu tidak terlepas dari berbagai obrolan. Hingga akhirnya obrolan kita
bermuara tentang salah satu game di hp yang tengah digandrungi oleh dua orang
diantara kami, yaitu game Helix Jump. Aku pun tertarik dan ingin meng-install-nya
di hp-ku. Namun karena aku yang awalnya tidak mengetahui nama permainannya apa
akhirnya meminta tolong salah seorang temanku untuk mencarikannya di playstore.
Ku berikan hp-ku kepada dia, dan aku hanya meminta tolong untuk diketikkan nama
permainannya saja di kolom pencarian. Namun ketika hp sudah dikembalikan
padaku, ternyata game tersebut sudah ter-install dan ada di salah satu daftar menu
hp-ku. Aku pun berkata kepada temanku itu “ya ampun baik banget, makasi ya
Shafira” . Lalu salah seorang temanku yang bernama Teh Esti berkata “duh lebay
banget”. Tentu niatnya hanya bercanda, tak ada unsur ketidaksukaan. Lalu aku
pun membalas “sekecil apapun perbuatannya, tetap aja itu namanya kebaikan teh”. Dan kemudian ramai – ramailah
teman – temanku pun bersorak. Lalu salah seorang temanku yang bernama Devita
berkata “wah berarti diantara kita semua yang paling sering bersyukur itu Kak
Suc, ya”. Dan aku pun hanya diam saja.
Sebenarnya aku kaget aja sih kok bisa ya aku ngomong sebijak
itu ? Hahaha, tapi itu bijak gak sih? Aku hanya berusaha untuk mengucapkan
terima kasih aja sih dan menghargai apa yang telah orang perbuat padaku,
sekecil apapun itu. Aku berprinsip jika kita ingin dihargai oleh orang lain, ya
kita harus mulai dari menghargai orang lain.
Terkait ucapan temanku, Devita. Jujur aku agak malu. Yang tanpa
Devita tahu, sebenarnya aku belumlah sepenuhnya menjadi sosok yang selalu pandai
bersyukur. Dalam beberapa hal, aku masih sering menggerutu atas apa yang
terjadi. Masih sering marah jika realita tak sesuai ekspektasi. Masih sering
bertanya – tanya kenapa harus keadaan seperti ini yang ku jalani. Serta masih
banyak hal – hal yang aku lewati namun aku kurang mengucap syukur kepada Sang
Maha Pemberi Kehidupan. Ucapan Devita, seakan menjadi “cambuk” untukku agar
kedepannya aku bisa banyak mensyukuri apapun dalam hidup
Kalau dipikir – pikir banyak
yang telah Tuhan beri namun kadang aku sebagai hambaNya masih saja lupa
mengucapkan terima kasih kepadaNya. Bernafas gratis, tempat tinggal punya, fisik
lengkap dan hal – hal lain yang tidak mungkin ku sebutkan karena kita sebagai
manusia tidak akan pernah bisa menghitung seberapa banyak nikmat yang telah
Tuhan beri. Seperti firman Allah swt dalam surat An-Nahl ayat 18:
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Daripada menghitung – hitung seberapa banyak
nikmat yang telah Tuhan beri alangkah lebih baik jika kita bersyukur saja atas
apa yang telah Tuhan beri. Dimulai dari hal – hal kecil saja misalnya. Aku pun
masih sangat belajar akan hal ini. Tapi satu yang pasti aku pun mulai mencoba
menanamkan dalam diri untuk menerima apa – apa yang telah digariskanNya. Setiap
kali aku ingin mengeluh, aku coba untuk berpikir seperti ini “yaudah Suci
jalannya emang harus kayak gini, udah ya jalanin aja”.
Semoga aku mampu menjadi sebaik – baiknya hamba
yang selalu bersyukur akan segala nikmat yang diberikan olehNya.
Komentar
Posting Komentar