Cepat - Cepat Nikah (?)
Apa rasanya ketika kamu disuruh menikah cepat – cepat oleh
seseorang yang bahkan baru kamu kenal selama tiga hari? Ketika disuruh oleh
orang tua saja kadang kita suka bingung jawabnya, apalagi ini, sama orang yang
baru dikenal?
Semua berawal ketika suatu siang aku bekerja seperti biasa.
Namun ada hal baru, yaitu partner kerjaku adalah seorang anak SMK
kelas tiga yang kala itu sedang cassual.
Cassual bisa diartikan seperti
pekerja yang hanya bekerja ketika ia dipanggil saja oleh perusahaan yang
membutuhkan jasanya. Jadi kalau gak ada panggilan, ya gak kerja, gitu sih
singkatnya. Dia seorang perempuan, lahir di tahun 2002, berbeda jauh dengan aku
yang lahir di tahun 1995. Awalnya, aku yang agak sulit berbaur dengan orang
yang baru ku kenal, cenderung banyak diam saat bekerja. Kalaupun bicara, ya
membicarakan soal latar belakang sekolahnya dan hal – hal yang berkaitan dengan
pekerjaan. Singkatnya, gak ada obrolan tentang kehidupan pribadi. Pada saat
hari kedua dan ketiga barulah kita mulai banyak cerita, dia sih lebih tepatnya
yang banyak cerita. Mulai dari pacarnya dan juga keluarganya. Tempat kerjaku
adalah sebuah hotel berbintang tiga. Kebetulan dihari ketiga dia cassual, di hotel sedang ada tamu yang
melangsungkan pernikahan. Kemudian timbulah obrolan tentang pernikahan. Tentang
keinginannya yang ingin segera menikah padahal lulus SMK aja belum, sampai
akhirnya, jederrr keluar sebuah ucapan dari mulut dia “teteh
cepet – cepet nikah atuh”. Whaatt ? baru kenal tiga hari dan
langsung nyuruh kayak gitu? Gak salah?! Aku kaget bahkan sampai sempet diam
dulu beberapa saat buat mencerna omongan dia. Setelah tenang, aku jawab “emang
pernikahan tuh lomba ya? Harus cepet – cepet segala”. Dan dia hanya membalas
asal, seakan tidak mau lagi membahas tentang pernikahan.
Jujur aku gak baper parah dengan suruhan dia. Aku cuma
bingung aja, kenapa bisa menyuruh orang lain segera menikah sedangkan posisinya
kita ini baru saling mengenal. Mungkin maksudnya becanda atau hanya basa –
basi. Tapi rasanya tetep aja gak etis untuk menyuruh orang yang baru kita kenal
untuk segera menikah. Sebab pernikahan adalah urusan pribadi seseorang. Yang
sudah lama mengenal pun belum tentu berhak mengurusi urusan pernikahan
temannya, apalagi ini yang baru kenal. Aku kebal jika ada yang bertanya “kapan
nikah”. Bila mood-ku sedang bagus
paling aku menjawabnya dengan becanda saja seperti “ya kalau gak sabtu atau
minggu”. Tapi ini, menyuruh nikah cepat – cepat. Benar – benar gak habis pikir.
Menurutku, bagi beberapa orang pernikahan adalah sebuah
pencapaian tertinggi dalam hidupnya. Ya silahkan kalau ada yang menganggap
seperti itu. Tapi, satu yang harus di ingat adalah bahwasanya pencapaian hidup
setiap orang itu berbeda anatara satu orang dan lainnya. Ada yang menganggap
kuliah di jurusan dan universitas terbaik adalah pencapaian tertingginya. Ada
juga yang menganggap kalau kerja di perusahaan BUMN adalah pencapaian
tertingginya. Atau memiliki usaha sendiri adalah sebuah pencapaian
tertingginya. Jadi tentu kita tidak bisa memaksakan seseorang untuksegera
menikah, kalau itu belum menjadi keinginannya atau bukan sebuah pencapaian
tertinggi dalam hidup menurutnya. Intinya kita tidak bisa memaksakan orang lain
untuk mengikuti “standar” pemikiran atau pencapaian versi kita.
Apalagi dalam hal ini, konteksnya orang yang menyuruhku
segera menikah adalah orang yang baru ku kenal. Dari beberapa pengalamanku saat
bertemu dengan orang baru entah itu di pengajian atau di wisuda seorang teman,
bertanya perihal kehidupan pribadi apalagi menyangkut pasangan atau pernikahan
sangat tidak pernah ku lakukan. Begitu pun dengan mereka orang yang baru ku
kenal. Saat bertemu dengan orang baru, hal yang kulakukan adalah membicarakan
hal – hal yang bersifat umum. Kalaupun akhirnya berujung ke kehidupan pribadi,
itu pun hanya sebatas menanyakan tentang pacar, bukan tentang pernikahan. Seperti
saat aku bertemu dengan seseorang yang baru ku kenal, dan dia sudah memiliki
pacar yang sudah berhubungan cukup lama. Aku tidak berani sama sekali bertanya
apalagi menyuruh teman baruku untuk segera menikah. Sebab aku sadar itu tidak
baik dan terkesan mencampuri urusan pribadi seseorang
Aku gak ngerti apa yang ada di pikiran teman kerjaku saat
itu. Mungkin karena perbedaan usia kita yang cukup jauh, jadi dia tidak merasa
bahwa pertanyaan tentang pernikahan adalah sebuah hal yang sensitif bagi
seseorang yang sudah berusia dewasa. Mungkin kamu belum ngerasain aja dek,
ditanya tentang pernikahan di usia dewasa. Nanti ada masanya deh!
Aku percaya, bahwa semua orang punya “zona waktu”-nya masing
– masing. Ada yang saat ini sudah di zona pernikahan, ada juga yang masih di
zona perkuliahan atau zona – zona lainnya. Apapun zonanya, yang pasti kita
tidak bisa memaksa orang lain untuk mengikuti dan memaksa orang lain untuk ada
di zona tempat kita berada saat ini.
Dan jadilah seseorang yang pandai memilih dan memilah topik
mana yang pantas untuk dibicarakan dengan lawan bicara, terutama yang baru dikenal. Sebab kita gak pernah tahu, kalimat yang kita lontarkan itu, bisa menyinggung perasaan orang lain atau tidak.
Komentar
Posting Komentar