Lebih Dari Sekedar Baju Lebaran
Apa yang terlintas di benak kalian
jika mendengar kata “lebaran” ? Sholat Ied, baju baru, mudik, nastar, opor atau
ada hal lain? Jika mengingat lebaran, hanya satu hal yang terlintas di benakku
yaitu, kumpul keluarga.
Sewaktu ku kecil…..
Lebaran di rumah Nenek dan Kakekku
di Tangerang memang selalu menjadi hal yang
menyenangkan. Bisa melepas rindu dengan mereka juga para om, tante serta
para sepupu. Aku ingat kala itu, Nenek dan Kakekku adalah orang yang cukup di
tuakan setidaknya di antara para tetangga sekitar rumah. Jadilah saat lebaran
tiba, bukan Nenek dan Kakek yang berkeliling menyambangi rumah tetangga namun
tetanggalah yang mendatangi kediaman Nenek dan Kakek. Tradisi kami setiap
lebaran sama seperti pada umumnya, berangkat sholat Ied ke masjid, lalu pulang
ke rumah dan saling bermaaf – maafan kemudian menyantap hidangan khas lebaran, seperti
rendang, opor ayam, ketupat serta aneka kue kering. Pagar rumah Nenek selalu
terbuka lebar agar memudahkan para tetangga masuk. Ketika para tetangga masuk,
kami pun meninggalkan sejenak makanan kami dan lalu bermaaf – maafan dengan
mereka. Selain para tetangga, terkadang di siang harinya beberapa saudara entah
itu dari pihak Nenek atau Kakek pun berdatangan. Pokoknya rumah takkan terasa
sepi sebab lebaran bersama keluarga memang tidak ada tandingannya. Satu hal
yang membuatku kesal ketika lebaran di rumah Nenek dan Kakek hanyalah cuaca
kota Tangerang yang begitu panas. Aku selalu tidak kuat menghadapi cuacanya.
Sebagai orang yang sudah terbiasa tinggal di kota bercuaca dingin, beradaptasi
dengan cuaca panas sangatlah sulit. Hingga secara tak sadar aku sempat berujar
“mendingan lebaran di Bandung aja, gak panas”. Kalimat yang kini begitu ku
sesalkan adanya. Nyatanya, lebaran bukanlah soal cuaca, lebaran soal
kebersamaan bersama keluarga besar. Aku rindu…….
Kini…..
Ini adalah tahun ke enam bagiku
merayakan lebaran tanpa tradisi kumpul keluarga. Tahun yang begitu menyedihkan bagiku sebagai
anak yang dilahirkan dari kedua orang tua yang bukan berasal dari daerah
domisili tempat tinggal, yaitu Kota Bandung. Aku memang tumbuh dan berkembang
di tanah Parahyangan ini namun orang tuaku bukan berasal dari sini. Keluarga
besar Ayah dan Ibu tentu saja tinggal dari daerah asal keduanya, Makassar dan
Tangerang. Oh larat, Ibuku berasal dari Padang namun kini seluruh keluarga
besar menetap di Tangerang.
Lantas, mengapa aku tidak bisa
berkumpul dengan keluarga besar tiap kali lebaran tiba? Jawabannya ialah aku
terjebak dalam rutinitas kerja yang tidak bisa aku tinggalkan. Aku bekerja di
salah satu hotel berbintang 3 di kota ini. Aku sudah bekerja sedari aku lulus
SMK pada tahun 2013. Karena di hotel aku berada di bagian Housekeeping, bagian
yang teramat penting dalam berjalannya operasional sebuah hotel, maka dari itu
aku tidak bisa izin libur untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Semua
berawal dari tahun 2013, kala itu aku ingat, hari pertama lebaran aku memang mendapat jatah libur. Namun, apalah
artinya lebaran di perantauan tanpa adanya keluarga besar? Selepas sholat Ied
yang bisa aku lakukan hanyalah bersalaman dengan para tetangga, bersilaturahmi,
kemudian pulang kembali ke rumah, menyantap makanan khas lebaran bersama Ayah,
Ibu juga Adik lelakiku. Ya hanya dengan mereka bertiga ku habiskan hari
lebaranku. Keesokan harinya, aku pun kembali bekerja seperti biasa, melayani
para tamu yang menginap dan berusaha menganggap bahwa hari itu adalah hari
biasa, walau nyatanya itu adalah hari lebaran, hari yang sebenarnya ingin sekali
ku gunakan untuk berkumpul dengan keluarga ketimbang bekerja. Tapi aku tetap
berusaha untuk bersyukur dengan keadaan yang ada kala itu. Toh bukan aku saja
yang harus rela lebaran jauh dari keluarga, ada teman – temanku yang lainnya
yang merasakan hal yang sama. Kami, para pekerja di bidang jasa memang harus
selalu siap dengan kenyataan tersebut.
Jika
menjelang lebaran orang – orang sudah mulai menyibukkan diri dengan berburu
baju lebaran, aku tidak. Aku merasa, lebaran bukan identik dengan baju lebaran.
Lagipula aku merasa sudah bukan lagi anak kecil yang harus memakai pakaian
serba baru. Ada hal yang lebih ku rindukan dari sekedar baju lebaran, atau
hidangan khas lebaran, yaitu pergi mudik dan tenggelam dalam hangatnya kumpul
keluarga besar di hari yang fitri.
Harapku,
semoga tahun ini menjadi tahun terakhirku menghabiskan lebaran di tempat kerja,
aku ingin kembali seperti dulu, berangkat sholat Ied, pulang lalu berkumpul
dengan keluarga, bukan pergi ke tempat kerja. Aku rindu, sungguh.
Komentar
Posting Komentar