Anak Rantau

Beberapa hari yang lalu, salah seorang temanku yang merupakan anak PKL (Praktek Kerja Lapangan) di hotel tempatku bekerja meminta tolong padaku untuk di antarkan mencari kost - kostan baru di sekitaran hotel. Ia adalah pendatang dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Sebenarnya sudah dari bulan Desember tahun lalu ia PKL dan sudah menempati sebuah kost - kostan bersama ketiga teman lainnya yang juga berasal dari daerah yang sama. Hanya saja karena satu dan lain hal, ia ingin pindah dari kostan tersebut.

Sore itu, sepulang kerja aku menemaninya mencari kost - kostan. Tujuan pertama kami ialah kostan yang juga di tempati oleh salah satu senior kami di hotel. Katanya ada kamar kosong tepat di sebelah kamar senior kami itu. Benar saja saat kami datangi, kamarnya kosong dan temanku sempatkan untuk berbicara dengan Ibu pemilik kostan. Mereka membicarakan soal harga dan juga sempat tawar menawar. Harga yang Ibu kostan tawarkan menurut temanku agak mahal. Ia takut orang tuanya tidak mampu membiayainya. Belum lagi untuk biaya makan dan lainnya. Walaupun mungkin saja orang tuanya menyanggupi, temanku tetap tidak tega pada kedua orang tuanya. Setelah berbincang dengan Ibu kostan, kami pamit dan mengatakan bahwa akan di pikirkan kembali.

Setelah itu kami lanjutkan pencarian kostan ke gang lain yang juga berada di sekitar hotel. Hotel tempatku bekerja memang di kelilingi rumah warga. Maka tak heran jika usaha kostan menjamur di daerah ini. Tak jauh dari gang yang baru saja kami masuki, ada sebuah rumah bercat abu - abu yang begitu jelas tertera di jendelanya bahwa rumah itu adalah sebuah kostan. Langsung saja kami membuka pagar dan masuk ke halaman rumah kost tersebut. Beberapa kali kami mengucapkan salam namun tak kunjung ada pemilik rumah yang muncul. Padahal kondisi pintu terbuka lebar. Sampai akhirnya di salam kesekian, kami di sambut oleh "penjaga rumah" yaitu tak lain tak bukan adalah 2 ekor anjing yang seketika langsung berlari ke halaman rumah sembari menggonggong dan berniat untuk mendekati kami. Di belakang anjing - anjing itu ada juga seorang Ibu yang turut keluar ke halaman rumah. Saat melihat kedua anjing itu, aku dan temanku sangat ketakutan dan sialnya kami tidak bisa berbuat banyak. Hanya mampu berdiri seperti patung. Temanku yang berdiri di sebelah kiri, malah berangsur untuk mundur ke belakangku. Aku hanya mampu pasrah, aku takut kalau misalnya aku lari pasti anjing itu juga akan mengejar. Yang bisa aku lakukan hanyalah berdiam diri dan juga berteriak "Ibuuuuuu". Untunglah, Ibu kos mampu menghalau para anjing itu dan langsung menutup pintu.

Setelah drama anjing itu, sayangnya kosan tersebut yang akhirnya ku ketahui adalah milik Ibu Eva, kamarnya sudah penuh. Namun ia merekomendasikan ke kosan sebelah milik tetangganya. Setelah berpamitan, aku dan temanku pun mendatangi kostan yang di rekomendasikan tersebut. Sayangnya, lagi - lagi kostan tersebut penuh. Saat aku dan temanku sudah mendatangi tiga kostan di gang tersebut namun tidak ada hasilnya, tiba - tiba ada seorang ibu berhijab yang datang kepada kami dan bertanya apakah kami sedang mencari kostan atau tidak. Ku jawab saja iya. Lalu sang ibu berkata, bahwa ia pun sedang mendiami sebuah kostan dan sebentar lagi akan pindah ke kostan baru. Jika temanku berminat, Ibu tersebut menawari kostan bekas dia. Akhirnya kami ikuti sang Ibu ke kostannya. Entah mengapa aku begitu percaya pada Ibu itu walau baru mengenalnya. Aku tidak takut akan terjadi hal - hal yang tidak di inginkan. Akhirnya setelah berjalan memasuki gang itu lebih dalam lagi, sampailah aku dan temanku di sebuah rumah bercat putih. Kami pun masuk ke halaman rumah tersebut dan membuka sebuah pintu berwarna putih. Saat di buka, tangga  arah ke bawah langsung menyambut kami. Jadi kostan tersebut terletak di bawah tanah.

Karena terletak di bawah tanah, hanya cahaya lampu yang menerangi kami. Aku membayangkan jika lampu ini mati, sudah di pastikan akan gelap sekali karena aku tidak melihat ada celah untuk matahari masuk ke kostan ini. Setelah membuka sepatu dan menyimpannya di rak, Ibu tersebut menunjukkan kamar kostannya. Kamarnya ternyata cukup bagus. Ada kamar mandi di dalamnya. Kasur, lemari dan meja pun sudah di sediakan oleh pemilik kostan. Tapi hari itu, aku dan temanku tak bisa bertemu dengan pemilik kostan. Jadilah ibu itu yang menjelaskan tentang harga kamar kostan perbulannya. Ibu tersebut juga menjelaskan mengapa ia ingin pindah ke kostan baru. Jadi, ibu ini sebenarnya sudah berkeluarga, ia memiliki suami dan anak. Nah kostan yang saat ini ia tempati rasanya kurang lega jika harus di tempati oleh keluarganya. Anaknya memang tidak menempati kostan tersebut karena dia kuliah di Bekasi, namun jika sang anak ingin berlibur ke Bandung, sang Ibu merasa kasihan karena kamar kostnya begitu kecil sehingga harus berdempetan di dalam. Kostan itu menurutku memang lebih nyaman jika hanya di tempati oleh satu orang atau maksimal dua. Kalau sampai tiga sih memang agak sempit juga.

Setelah berbincang - bincang di dalam kamar kostan dan temanku merasa info yang ia dapatkan sudah cukup dari Ibu itu, akhirnya kami putuskan untuk pamit. Walau kamar kostan itu disukai oleh temanku, namun lagi - lagi harganya kurang cocok.

Kami pun menyusuri gang itu kembali, untuk menuju ke arah pulang. Selama menyusuri gang tersebut, aku pun sembari mengingat kembali kostan yang dulu pernah di tempati oleh anak - anak training beberapa tahun yang lalu. Akhirnya di saat hari sudah menjelang maghrib aku putuskan untuk mengajak temanku ke gang lain yang juga tak jauh dari hotel. Tapi pencarian kostan di gang itu pun hasilnya nihil, kami tetap tidak menemukan kostan yang sesuai budget.

Setelah lelah berkeliling, kami putuskan untuk mengakhiri pencarian seputar kostan. Temanku pulang ke kostannya dan aku pun ke rumah. Sungguh ini adalah pengalaman pertamaku mencari kost - kostan. Selama ini, alhamdulillah aku di berkahi hidup yang cukup. Maksudnya, aku tidak pernah mengalami fase seperti yang harus temanku lewati saat ini. Sedari kecil, aku sudah tinggal di rumah yang sudah orang tuaku beli, bahkan jauh sebelum aku lahir. Aku tidak perlu susah - susah mencari, aku hanya tinggal menempati.

Aku pun jadi turut merasakan apa rasanya menjadi anak rantau. Menurutku, menjadi anak rantau tidaklah mudah. Kita di tuntut mandiri dalam melakukan apapun. Mulai dari makan, bahkan hingga hal mencari kostan seperti yang temanku lakukan. Kita harus pintar - pintar mencari kostan yang nyaman namun sesuai dengan budget yang kita miliki.

Mencari kost - kostan tersebut, akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan untukku. Merasakan rasanya jadi anak rantau :)

Komentar

Postingan Populer