Suatu Sore di Sebuah Restoran Jepang
Suatu sore di sebuah restoran Jepang
“Eh si X udah nikah lagi ya?” ucapku mengawali
pembicaraan. “iya” ujarku temanku. Kemudian temanku melanjutkan lagi pembicaran
dengan seolah-olah menirukan ucapan sosok X ini, “tapi saya menikah dengan dia
tidak dengan hati, saya menikahinya semata hanya karena tuntutan Ibu saya,
mungkin Ibu saya kasihan melihat saya hidup sendiri”. Aku pun kemudian
menimpali ucapan temanku tersebut dengan kalimat sedih, bagaimana bisa
memutuskan menikah dengan seseorang hanya karena tuntutan dan tanpa perasaan?
Sosok X ini adalah seseorang yang pernah gagal
mengarungi bahtera rumah tangga lantas menikah lagi. Tapi bagaimana bisa
menjalani pernikahan tanpa ikatan cinta? Apa pernikahan semudah itu untuk
dijalani sehingga tak perlu dijalani dengan perasaan? Apakah seumur hidup itu
terlalu sebentar sehingga berani menjalani pernikahan hanya karena tuntutan?
Aku tak tahu pasti latar belakang kenapa ia
tetap memutuskan menikah. Namun keberanian untuk tetap mengambil langkah walau
ragu dan beresiko sungguh tidak bisa diacungi jempol, karena ini adalah sebuah
perjalanan pernikahan bukan sebuah perjalanan traveling. Tapi apapun yang
menjadi latar belakangnya, semoga kelak suatu hari nanti, hatinya bisa berbalik
ikhlas dalam menjalani ikatan pernikahan tersebut.
Karena mendengar cerita tersebut, jadi timbul
rasa takut dalam diriku, takut-takut kalau aku berada di posisi seperti itu.
Tapi aku tetap berdoa yang terbaik, semoga kelak pasanganku dalam mengarungi
rumah tangga adalah sosok yang tulus dan ikhlas mencintaiku. Karena menikah itu
adalah ibadah terpanjang seumur hidup dan tak bisa dijalani dengan terpaksa.
Semoga, semoga, semoga, pasanganku adalah yang mencintaiku dengan tulus.
Komentar
Posting Komentar