Respon
Sungguh pertanyaan dari manusia
tentang kehidupan memang takkan ada habisnya. Sepertinya segala step
kehidupan seseorang kurang afdol jika tidak dihiasi dengan
pertanyaan-pertanyaan dari orang di sekeliling kita. Entah itu teman, keluarga,
tetangga bahkan mungkin hingga tukang jualan yang biasa kita beli dagangannya.
Seperti yang pernah ku tulis
sebelumnya, aku memutuskan untuk resign dengan tanpa memiliki pekerjaan
baru. Resign yang sungguh nekad memang, tapi mau bagaimana lagi, ku
merasa sudah tak mampu menjalani ritme kerja yang ada. Keputusan yang ku ambil
ini akhirnya menimbulkan pertanyaan dari banyak orang. Mostly,
pertanyaan yang muncul setelah tahu aku resign adalah. “jadi sekarang
kerja dimana?”. Ketika aku menjawab “belum kerja lagi”, kembali muncul respon
orang yang beragam, ada yang mendoakan agar aku segera mendapatkan pekerjaan
lagi, ada yang memberi semangat dengan meyakinkan bahwa aku pasti akan
mendapatkan pekerjaan lagi, ada yang menenangkan dengan berkata bahwa sebaiknya
moment ini dijadikan untuk istirahat sejenak dan ada juga yang hanya menanggapi
seadanya. Dibalik itu semua ada respon orang yang cukup mengganggu untukku.
Jadi, karena aku resign sekitar sebulan menjelang Ramadan, ada respon orang
yang berkata kepadaku “harusnya dapet THR dulu baru resign”. Aku bingung mau
menjawab apa, aku hanya bisa senyum semampunya dan menjawab sekenanya saja. Aku
berusaha agar tetap mampu mengendalikan perasaanku yang sudah tak menentu
karena kurang nyaman dengan respon orang tersebut.
Aku merasa kurang nyaman dengan
respon orang tersebut karena menurutku orang tersebut tidak mengetahui apa-apa
di balik keputusanku, orang tersebut tidak mengetahui apa saja yang sudah aku
jalani selama ini, orang tersebut tidak mengetahui ada peristiwa apa yang
sampai mengakibatkan aku harus mengambil keputusan ini. Orang tersebut tidak
mengetahui apapun tentangku, dan aku pun enggan untuk berbagi kisah terkait hal
ini.
Aku tidak sakit hati sama sekali
sih, hanya membuatku sedikit mengelus dada mencoba mensabarkan hati. Ya memang
benar bahwasanya orang hanya mampu berkomentar tanpa peduli alasan mengapa
suatu hal terjadi di hidup orang lain. Karena mengomentari suatu hal akan lebih
mudah ketimbang mendahulukan memahami perasaan orang lain.
Ya begitulah sebuah kehidupan,
takkan pernah lepas dari komentar orang lain. Mungkin secara tidak sadar aku
pun pernah tidak sengaja mengomentari pilihan orang lain hingga orang tersebut
kurang nyaman. Jadi apa yang aku alami, ya mungkin karena perbuatanku di masa
lalu juga yang mungkin tak ku sadari.
Kini tugasku adalah untuk mampu
mengendalikan perasaan dari setiap ucapan sumbang yang orang lain ucapkan.
Karena sesungguhnya aku takkan pernah bisa mengendalikan ucapan orang lain,
tapi aku pasti bisa mengendalikan perasaanku.
Komentar
Posting Komentar